Top Ad unit 728 × 90

Berita Terbaru

recentposts

 Cerita Fantasi

Jiwa yang Tertukar

Oleh : Aulya

Seorang gadis cantik berusia lima belas tahun yang kurang dekat dengan sang ibu, Kiara Annastasya Alexandra, Ia duduk di bangku SMP kelas tiga. Ibunya adalah pemilik perusahaan terbesar di Indonesia. Kedua orang tuanya telah bercerai semenjak Kiara berusia lima tahun. Selama sepuluh tahun, Kiara tidak tahu kemana sang ayah pergi. Sang nenek pernah berkata kalau ayahnya meninggal tepat sebulan setelah bercerai dengan ibu Kiara. Karena hal tersebut Kiara merasa kesepian, terlebih lagi sang ibu yang selalu sibuk bekerja. Dari pagi hingga larut malam ibunya berada di kantor. Mereka bertemu hanya di pagi hari ketika sarapan dan berangkat bersama.

Minggu depan Kiara akan mengikuti lomba menyanyi tingkat nasional. Ia didaftarkan oleh wali kelasnya. Wali kelas Kiara tahu bahwa Kiara sangat berbakat bernyanyi. Kiara menceritakan kepada ibunya, bahwa dirinya akan mengkuti lombat tersebut.

“Bu, minggu depan Kiara ada lomba nyanyi, nanti ibu nonton ya..” Ujar Kiara bersemangat.

“Minggu depan? Kayaknya ibu gak bisa deh. Minggu depan ibu ada meeting sama client ibu dari luar negeri.” Jawab ibu Kiara yang membuat Kiara kecewa.

“Bentar aja kok bu, paling satu jam setengah.” Ucap Kiara memohon berharap ibunya hadir melihatnya tampil.

“Kiara ibu gak bisa. Nanti ibu minta bi Mina buat temenin kamu.” Ujar sang ibu menaikkan nada suaranya.

Client ibu lebih penting daripada Kiara, ya bu? Ya udah kalau ibu gak mau dateng, Kiara gak apa-apa kok.” Ucapnya pasrah, kemudian berdiri dari duduknya.

Kiara mengambil tasnya yang berada disampingnya. “Kiara bisa berangkat sendiri, ibu langsung ke kantor aja. Ibu sibuk dan banyak meeting dengan client kan. Kiara berangkat ya bu… “ ucapnya lirih. Kiara mati-matian menahan air matanya. Kiara berangkat menuju sekolah dengan berkalan kaki. Ibunya ingin mencegatnya, namun HP-nya berdering dan itu adalah client yang sudah menunggunya untuk meeting.

            Sore menjelang malam tiba, Kiara sedang duduk di sofa sambil bernyanyi sendiri untuk meningkatkan vokalnya. Ia melihat ke arah jam dinding. Waktu kini menunjukkan pukul 20.30 ibunya tak kunjung pulang.

            “Lembur lagi ya…” Batin Kiara dengan tatapan sendu.

Kiara terbangun dari duduknya, ia hendak menutup pintu dan pergi ke kamarnya. Saat melangkah, pintu rumah Kiara terbuka dan melihat ibunya yang baru pulang dari kantor.

            “Tumben..” Batin Kiara terheran-heran.

Ibunya menutup pintu dengan satu tangannya sambil sibuk bertelepon.

            Good night anak ibu.” Bisik ibunya dan melanjutkan pembicaraannya ditelepon dengan client dari negeri singa itu. Kiara jalan berlalu menuju ke kamarnya.

Tengah malampun tiba, suasana malam itu terasa berbeda dari malam biasanya. Angin berhembus lebih kencang. Langit yang lebih terang dari biasanya karena cahaya bulan purnama. Dibalik kabut malam tiba-tiba sosok wanita muncul melayang di atas langit menggunakan sapu terbang. Sosok wanita itu menggenggam tongkat kayu kecil ditangannya. Wanita bertopi witch hat itu terbang mengitari kamar Kiara. Tampak dari dalam kamar, Kiara telah tidur pulas. Sementara itu, ibu Kiara yang masih terjaga karena sibuk bekerja di depan meja kerjanya. Sosok wanita itu menggoyang tongkat kayu kecilnya sembari mengeluarkan mantra “Brak kadabrak helium” ucapnya lirih. Cahaya putih berpendar keluar dari tongkat kecil itu dan terbang mengarah ke tubuh Kiara yang terbujur di atas kasur. Kemudian wanita itu terbang mengelilingi kamar ibu Kiara.

“Huuuaaaamm…. Kenapa aku sangat mengantuk. Padahal masih banyak yang harus aku kerjakan.” Ucapnya sambil meregangkan kedua lengannya dan menggosok kedua matanya. Karena tidak tahan dengan kantuknya, akhirnya ibu Kiara tertidur di atas meja kerjanya. Wanita dengan rambut putih yang panjang itu kemudian mengayunkan kembali tongkat kayunya.

“Brak kadabrak helium” ucapnya sembari menatap tajam tubuh ibu Kiara. Cahaya putih kembali muncul dan mengarah ke tubuh ibu Kiara.

“Brak kadabrak helium!!!!!” dengan suara lantang dan senyum tipis diwajahnya sang wanita itu kembali mengayunkan tongkatnya. Sinar cahaya yang begitu menyilaukan mata keluar dari kedua tubuh Kiara dan ibunya. Tubuh mereka terangkat dan kedua cahaya putih berpendar yang keluar dari tubuh mereka menari-nari di atas udara. Kemudian seketika cahaya itu masuk kembali ke dalam tubuh keduanya. Perlahan-lahan tubuh mereka kemudian kembali ketempatnya semula. Cahaya terang itu tiba-tiba menghilang. Awan gelap menutupi bulan purnama, kabut yang begitu tebal menyelimuti langit dan menenggelamkan sosok wanita itu ke dalamnya.

Cuaca pagi hari ini begitu cerah. Sinar matahari yang terik masuk ke dalam kamar Kiara.

“Hoaaamm….” Kiara menguap. Ia menyibak selimutnya dan berjalan menuju meja riasnya.

“Aaaaaahhhh……” suara teriakan yang begitu keras dari Kiara dan ibunya di kamar sebelah terdengar hampir bersamaan. Ibu Kiara yang berada di depan cermin wastafel itu berdiri mematung sambil meraba seluruh wajahnya. Keduanya berlari keluar dari kamar secara bersamaan. Mereka saling memandang keheranan. Apa ini? mereka tertukar? Bagaimana bisa?. Bagaimana caranya kembali? Begitu banyak pertanyaan yang ada dipikiran mereka. Mereka terduduk di sofa dengan isi pikiran masing-masing.

“Jadi ini gimana bu?” Tanya Kiara bingung dan pasrah.

“Coba kita jedotkan kepala kita supaya bisa balik lagi.” Jawab ibunya yang tak kalah bingung.

Kiara mengangguk setuju dengan ide itu. Akhirnya mereka mengatur posisi, Kiara berdiri di sebelah kiri dan ibunya berdiri di sebelah kanan. Kini mereka saling berhadapan. Mata ibu Kiara memberi isyarat, Kiara membalasnya dengan anggukan.

            “Hitungan ketiga kita lari dan jedotin kepala kita ya!” kata sang ibu memperjelas.

            “Satu…. Dua… tiga….” Ucap mereka bersamaan.

Mereka berlari dan menabrakkan kepala mereka masing-masing. Mereka gagal dan hanya terjatuh di lantai akibat ide konyol itu.

Mereka kembali duduk di sofa sambil memegang kepala mereka yang terasa sakit akibat tabrakan tadi. Keduanya termenung dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Triiiiiiingggg……

Suara dering telepon genggam ibu Kiara berbunyi memecah lamunan mereka. Tubuh Kiara dengan reflek mengangkat telepon itu.

            “Halo…” ucapnya membuka pembicaraan.

            “Kok suara anak kecil ya?” terdengar suara dari seberang sana.

Telepon itu kemudian ditutup dengan terpaksa. Suara mereka juga berubah. Kini ibu Kiara yang berada di dalam tubuh Kiara dan Kiara yang berada dalam tubuh ibunya harus mereka terima dan jalani.

            “Bu Kiara hari ini ada latihan di sekolah. Tapi kan gak mungkin dengan kondisi seperti ini.” ujar Kiara yang melihat ke arah jam dinding.

            “Gini aja, ibu akan pergi ke sekolah kamu dan kamu pergi ke kantor ibu. Kita komunikasi melalui handphone ini.” Ucap sang ibu memberi ide.

            “Hari ini ibu tidak ada meeting kok, nanti kamu tinggal masuk di ruangan ibu dan duduk di kursi, ibu kasih arahan melalui telepon.”  Ibu melanjutkan sambil menenangkan putrinya.

 

            Hari ini adalah hari yang yang tidak biasa dan berat bagi mereka, bagaimana keanehan ini bisa terjadi dalam semalam?, namun mereka tetap mencoba menjalaninya. Kiara yang berada ditubuh ibunya kini menggunakan pakaian ala seorang yang berkeja kantoran dan ibu yang berada di tubuh Kiara menggunakan seragam putih biru milik Kiara. Hari itu tidak seperti biasanya, mereka berangkat ke sekolah diantar oleh supir.

            “Inget yah, bersikap ramah dan tidak ceroboh. Earphone-nya jangan dilepas.” Ujar sang ibu mengingatkan.

            “Iya bu” jawab Kiara setengah berbisik.

Sesampainya di kantor Kiara langsung menuju ke ruangan ibunya seperti yang dikatakan sang ibu padanya.

 

Ibu Kiara memasuki area sekolah Permata Harapan. Untung saja Kiara memberitahu nama kelasnya, jika tidak ibunya mengkin akan tersesat.

            “Apa ini kelasnya?” Batin ibu Kiara menemukan kelas Kiara.

Saat hendak masuk, ibu Kiara dicegat oleh segerombolan siswi.

            “Stop, anak kurang kasih sayang gak boleh masuk!” Ujar satu diantar mereka. Ibu Kiara tidak memperdulikan mereka, ia berjalan masuk ke dalam kelas, namun lagi dan lagi ia dicegat oleh siswi-siswi tersebut.

            “Eh, caper kalau lo mau masuk sini lo harus kerjain tugas kita.” Ucap seorang siswi dengan rambut dijedai.

            “Siapa kamu nyuruh saya? Kalau saya gak mau kenapa?! Jawab ibu Kiara yang kesal.

            “Kurang ajar ya lo!!!” Kata siswi tersebut dan mendorong tubuh Kiara.

Tubuh Kiara tertahan oleh seorang gadis dengan rambut terkuncir.

            “Eh gue udah bilang jangan ganggu Kiara, awas ya gue liat kalian ganggu Kiara, gue laporin kepsek.” Ancam gadis itu kepada siswi-siswi tersebut.

Segerombolan siswi itu kemudian pergi meninggalkan ibu Kiara dan gadis tersebut.

            “Kamu gak apa-apa kan Ra..?” Tanya gadis itu. Ibu Kiara hanya mengangguk. Ia melihat gadis dari atas sampai bawah. Aina Adinegara Saputri, gadis cantik yang menjabat sebagai ketua OSIS itu adalah sahabat Kiara semenjak SMP. “Namanya Aina” Batin ibu Kiara dan tersenyum.

            “Lain kali kalau kamu digituin lagi, kamu lawan ara Ra…” Saran Aina dengan senyum manisnya itu.”

            “Hm, iya pasti aku lawan kok. Terima kasih bantuannya.” Jawab ibu Kiara berterima kasih.

            “Sama-sama. Kan udah tiap hari kamu di-bully, nanti kalau di-bully lagi langsung kasih tau aku ya.” Ujar Aina

            “Pasti.” Ucap ibu Kiara.

            “Aku permisi dulu yah, BTW Kiara semangat latihan nyanyinya.” Pamit Aina dan pergi meninggalkan ibu Kiara.

            Sementara itu, Kiara berada di kantor sang ibu. Ia hanya duduk berdiam di ruangan megah itu.

            “Tes… tes…” Ujar Kiara melalui earphone yang diberikan oleh sang ibu.

            “Kenapa?” Jawab ibu Kiara di seberang melalui earphone-nya.

            “Kiara bosen bu, terus mumet lihat tumpukan kertas di meja ibu. Udah gitu banyak map-map yang berserakan di meja depan sofa.” Ucap Kiara mengeluh.

            “Bulan ini ibu memang lagi banyak kerjaan, makanya ibu pulang malam terus.” Kata ibu Kiara menjelaskan kepada sang anak.

            “Sudah ya, ibu mau lanjut ke tempat latihan nyanyi kamu.” Ucap ibu Kiara

            “Ok bu.” Jawab Kiara singkat.

Kiara berjalan melihat-lihat setiap sudut ruangan tersebut. sampai di suatu rak buku ia melihat buku yang menarik perhatiannya. Kiara and Memories judul buku tersebut. Kiarapun mengambil buku tersebut. Kiara tidak sengaja menjatuhkansalah satu buku disana. Saat buku itu terjatuh, tiba-tiba terbuka sebuah pintu yang tidak tahu menuju kemana. Kiara masuk ke dalam ruangan tersebut. Di dalam ruangan itu terdapat sebuah televise besar beserta kaset di atas meja. Kiara menyalakan televise dan juga memasangkan kaset yang bertuliskan ‘Untuk Putriku Kiara Annastasia Alexandra’ Saat tombol ditekan telveisi memutarkan sebah video foto-foto Kiara dan suara sang ibu.

            “Hai anak ibu, maaf ya ibu belum bisa jadi ibu yang baik untuk Kiara. Maaf jika perceraian itu membuat Kiara benci terhadap dunia ini. Ibu terpaksa menggugat cerai ayahmu, karena ayahmu memiliki penyakit gangguan mental. Ibu tidak ingin kamu menjadi imbasnya. Ibu harap Kiara bisa mengerti perasaan ibu ya.” Suara ibu Kiara dari video tersebut.

Kiara menangis mendengar video tersebut. tiba-tiba selembar surat muncul dipangkuan Kiara. Ia membaca surat tersebut.

Isi surat          

Kiara Annastasia Alexandra. Gadis cantik yang lahir pada, Kamis tanggal 7 – 7 – 2007. Anak ibu yang cantik. Saat itu ibu merasa bahagia, namun kebahagiaan ibu tidak berlangsung lama. Ayahmu tiba-tiba terkena penyakit, memiliki kepribadian ganda. Semenjak saat itu ayahmu selalu bersikap kasar kepada ibu bahkan kamu sendiri. Lima tahun ibu bertahan dengan kondisi seperti itu, hingga suatu ketika penyakit ayahmu kambuh. Ayahmu merebut kamu dari gendongan ibu,  ayahmu membawamu menuju ke lantai atas rumah. Ia hendak melempar kamu lewat balkon. Ibu memohon  agar ayahmu sadar, tapi ayahmu semakin parah. Ia menodongkan sebuah pisau ke arah ibu. Para warga juga ikut serta menolong ibu waktu itu, tapi ayahmu semakin nekat. Ibu merebut pisau dari ayahmu, tapi naas tangan ibu tertusuk pisau tersbut. Darah bercucuran keluar dari tangan ibu dan ayahmu terpeleset yang membuat kamu terlepas dari gendongannya, kemudian kalian terjatuh dari lantai dua. Ibu panik bukan main, berutungnya di bawah warga telah menyiapkan alat untuk menangkapmu. Ayahmu kemudian dibawa pergi ke kantor polisi oleh warga, ibu juga dilarikan ke rumah sakit. Beruntung tangan ibu hanya luka ringan. Tangan ibupun dijahit. Hingga saat ini bekas jahitan itu masih ada. Ayahmu kemudian dibawa ke RSJ dan ibu langsung menggugat cerai ayahmu. Saat itu usiamu tepat lima tahun dan dihari ulang tahunmu. Mulai saat itu ibu mencoba membangun sebuah perusaahaan dan berdirilah PT. Kiara Permadani. Permadani adalah usulan kamu saat itu. Ibu minta maaf jika terlalu sibuk bekerja. Ibu lakukan itu semua demi masa depan kamu Kiara. Ibu saying sama kamu melebihi apapun. Love you anak ibu. – ibu-

Kiara menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal tidak pernah mengerti perasaan ibunya.  Kiara menangis tanpa suara, hanya isakan yang terdengar.

Sementara itu, ibu Kiara berada di tempat latihan untuk persiapan lomba.

            “Kiara ini video latihan minggu lalu kamu.” Kata guru Kiara sambil memberikan sebuah flashdisk.

            “Terima Kasih bu.”

            “Sama-sama. Nanti kita tonton video itu bersama-sama.” Ucap guru Kiara dan tersenyum.

Singkat cerita, mereka pun memulai menonton video latihan Kiara bersama-sama. Video pun dimulai, terlihat dalam video tersebut Kiara memakai dres putih dan memegang mic. Kiara mulai bernyanyi

            Kubuka album biru, dahulu penuh kasih… semua cerita tentangmu… kata meraka diriku

selalu dimanja.. kata mereka diriku selalu ditimang… ooh bunda ada dan tiada dirimu

kan selalu ada di dalam hatiku….

                        Ibu kau adalah pelita kehidupan

                        Tanpamu aku bukanlah apa-apa

                        Ibu kau adalah cahaya kehidupan

                        Tanpamu duniaku akan gelap segelap gulita.

Sambung Kiara membaca puisi.

Ibu Kiara menangis mendengar suara Kiara, ia selalu sibuk bekerja hingga hubungannya dengan putrinya itu merenggang. Dibalik masker ibu Kiara, ada tangisan yang membasahi pipinya. Mereka berdua menangis di tempat yang berbeda. Kini mereka menyadari bahwa pentingnya komunikasi antara ibu dan anak, terutaman anak perempuan.

            Sore harinya mereka berdua sudah kembali ke rumah. Semenjak di mobil dalam perjalanan pulang tadi, keduanya hanya diam. Tak ada satupun percakapan. Sesampainya di rumah, mereka duduk di ruang tamu.

            “Sejak kapan kamu di-bully?” Tanya ibu Kiara membuka percakapan.

            “Sejak kelas tujuh bu, aku mau cerita ke ibu, tapi ibu sibuk.” Jawab Kiara sambil menunduk. Ibu Kiara langsung memeluk Kiara.

            “Maafin ibu… ibu sudah jadi ibu yang gagal buat kamu.” Ucap ibu Kiara menangis sambil memeluk Kiara.

            “Ibu tidak gagal kok. Ibu rela tangan ibu tertusuk pisau demi nyelamatin aku dari ayah.” Ucap Kiara yang tidak setuju dengan pernyataan sang ibu. Mereka saling meminta maaf satu sama lain.

            “Udah sedihnya bu, ayo kita makan. Habis itu tidur. Kiara capek.” Ujar Kiara sambil menghapus air mata ibunya.

            “Baiklah ayo. Ibu juga lapar.” Kata ibu Kiara setuju.

Mereka makan malam bersama, setelah itu mereka bersiap-siap untuk tidur. Hari ini merupakan hari yang melelahkan bagi mereka berdua. Kejadian aneh itu membuat mereka harus beradaptasi dengan kebiasaan satu sama lain.

 

            Waktu menunjukkan pukul 00.00 dini hari. Kiara yang berada ditubuh sang ibu memutuskan untuk tetap tidur di kamar ibunya dan begitupun ibu Kiara yang berada ditubuh Kiara. Mereka berharap keajaiban akan tiba, sehingga mereka bisa kembali normal seperti semula. Langit malam ini dipenuhi kabut pekat. Sosok wanita yang terbang memakai sapu terbang itu muncul kembali dalam kegelapan. Ia terbang mengitari jendela-jendela kamar Kiara dan ibunya. Tampak dari dalam kamar tersebut, Kiara dan ibunya telah tertidur pulas. Sang wanita bertopi kerucut itu kemudian mengayunkan tongkat kecilnya.

            “Brak kadabrak helium….!!!” Ucap wanita itu mengeluarkan mantra.

Cahaya terang berkilau keluar dari ujung tongkat tersebut dan tebang menuju ke arah kedua tubuh Kiara dan ibunya. Kedua tubuh itu terangkat dari dan melayang di udara. Cahaya begitu menyilaukan berpendar dari tubuh keduanya. Kedua cahaya dari kedua tubuh itu kemudian terbang mengitari ruangan dan masuk kembali ke dalam tubuh keduanya. Tubuh Kiara dan Ibunya terhempas ke bawah, kembali seperti semula. Kemudian kedua cahaya itu perlahan menghilang dari tubuh mereka. Sosok wanita itu kemudian terbang meninggalkan rumah Kiara.

            Pagi harinya, Kiara bangun dari tidurnya. Ia langsung menuju ke meja riasnya. Ia melihat dirinya sudah kembali seperti semula begitupun dengan ibunya. Betapa bahagianya mereka telah kembali normal seperti semula. Kejadian kemarin itu bagai mimpi yang menakjubkan.

            “Minggu depan ibu beneran datangkan?” Tanya Kiara bersemangat membuka pembicaraan mereka di meja makan.

            “Dateng dong… masa gak dateng.” Jawab ibu Kiara sambil tersenyum.

Kiara sangat senang mendengar jawaban itu. Ia jadi lebih bersemangat. Selesai sarapan mereka berangkat bersama.

 

            Satu minggu telah berlalu, kini tiba hari dimana Kiara akan mengikuti lomba tingkat nasional.

            “Bu. Kiara gugup.” Lirih Kiara yang sudah gemetaran.

            “Eh, masa anak ibu gugup sih… ayo dong harus semangat.” Ucap ibu Kiara menyemangati putrinya.

Lomba telah dimulai, Kiara mendapatkan urutan tampil kesepuluh. Masih ada waktu untuk ia berlatih. Kini kiara bersiap untuk tampil dihadapan juri. Kiara bernyanyi dengan sangat baik sesuai dengan latihannya. Kiara menyelesaikan lagunya dengan tepkan dari para juri dan penonton.

Kini waktu pengumuman pemenang telah tiba. Suasana menjadi berubah tegang.

            “Baiklah tidak usah berlama-lama lagi, juara ketiga dimenangkan oleh Ameera. Kepada Ameera dipersilakan.” Pembawa acara mengumumkan hasil lomba.

            “Kita lanjutkan… pemenang kedua adalah Aina…!!” Seru sang pembawa acara bersemangat.

            “Tibalah kita kepada juara pertama…. Pemenangnya adalah Kiara Annastasya Alexandra…!!! Gemuruh riuh tepuk tangan menyambut.

Kiara naik kepanggung memegang piala. Pada saat turun dari panggung Kiara disambut pelukan yang hangat oleh sang ibu.

            “Selamat anak ibu.” Ucap ibu Kiara terharu

Setelah acara selesai Kiara kembali kerumah. Kiara berdiri Di teras balkon kamarnya sambil memandangi langit.

            “Terima kasih Tuhan, semuanya sudah seperti yang aku inginkan.” Batin Kiara sambil tersenyum.

 

            Tuhan itu baik, Dia hanya menguji kita agar kita lebih bersyukur. Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan jika hambanya tidak mampu. Berpikiran positif itu kuncinya.

-Selesai-

 Penulis : Aulya

siswa SMP Negeri 2 Sengkang Kelas 7.5

 


Reviewed by Andi Darwisa Oktora on September 15, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by Literasi Pendidikan ©2018
Powered By Blogger, Designed by Negara Mangkubumi

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh enot-poloskun. Diberdayakan oleh Blogger.